Hay semuaaaa. Gue mau ngeshare cerpen bikinan gue nih. Baca ya. Kalo jelek maap kan gue juga baru belajar :)
Aku, Zakiyah, dan Ibu sedang menonton televisi bersama di ruang keluarga. Kami membicarakan segala macam hal. Tiba-tiba pintu belakang terbuka dan Nenek pun masuk.
“Nah, tolong periksain gula darah gue dong. Kan lu punya alatnya.” ucap Nenek.
“Iya nek. Tunggu dulu aku ambil dulu alatnya di kamar. Nenek ke ruang tamu aja.” jawab Ibu.
Ibu pun langsung mengambil alatnya di kamar dan menghampiri Nenek di ruang tamu. Aku dan Zakiyah mengikuti ke ruang tamu. Ibu duduk di samping Nenek, aku dan Zakiyah di sampingnya.
“Nah, jangan kenceng kenceng ye nyuntiknya.” kata Nenek.
“Iya elah nek. Takut amat sih.” jawab Ibu.
“Ye….kan sakit kalo kenceng-kenceng.” kata Nenek lagi.
“Iye Nenek. Udah dong diem kan pengen disuntik.” ucap Ibu.
Ibu mulai menyuntik Nenek. Aku dan Zakiyah hanya bisa melihat tanpa bisa menyentuh alat itu. Namun, Zakiyah penasaran dan akhirnya memegang-megang jarum suntik.
“Ih Zakiyah jangan megang-megang ntar ketusuk !” teriakku.
“Iya Zak. Ntar malah masuk ke mulut lagi.” tambah Nenek
“Yah…aku pengen megang.” ucap Zakiyah lirih.
Zakiyah pun mengalah dan mulai bermain hal lain. Aku hanya bisa melihat Zakiyah bermain dan tertawa-tawa sendiri melihat tingkah laku Zakiyah. Selang beberapa menit, Zakiyah meminta minum.
“Bu, aku pengen minum nih aus.” Zakiyah meminta.
“Minta lah sama Kak Rohma.” ucap Ibu.
“Ah Ibu aja ah. Ibu udah gak ngapa-ngapain kan hehe” jawabku.
“Yaudah deh Ibu yang ngambil. Ayok Zak ambil ke dapur.” ucap Ibu lagi sambil menggendong Zakiyah bergegas ke dapur.
Setelah Zakiyah meminum air tersebut, tiba-tiba Zakiyah sesak nafas. Mukanya membiru dan terdiam tanpa suara bahkan tidak bergerak sama sekali. Ibu pun berteriak dan semua orang yang ada di rumah itu langsung kaget. Pembantuku yang berada di belakang langsung menghampiri Ibuku. Aku dan Nenek yang sedang berada di ruang tamu juga segera berlari ke dapur.
“HAAAAAAH??!!?? ZAKIYAH KENAPAA???” teriak Ibu.
“Kenapa bu ?” tanyaku sesampainya di depan Ibuku dan melihat kondisi Zakiyah.
“Zakiyah kenapa, Nah ?” tanya Nenek juga.
“Gak tau Nek. Aku juga bingung.” Ibuku mulai panik.
Ibuku langsung berlari keluar rumah tanpa membawa uang, memakai sandal, bahkan tanpa memakai kerudung saking paniknya. Aku, Nenek, dan Pembantuku juga ikut berlari keluar. Nenek menggedor-gedor pintu gerbang tetanggaku tetapi tidak ada yang keluar. Pembantuku berlarian mencari pertolongan. Namun aku hanya bisa diam dan menangis melihat keadaan adikku yang sangat memprihatinkan. Aku membayangkan bagaimana jika adikku pergi saat itu juga. Adik yang sangat kudambakan dari mulai aku kecil. Adik yang sangat kusayang. Adikku yang baru berumur 2 tahun. Bagaimana jika ia harus pergi dari dunia ini selama lamanya ? Semua kemungkinan itu terus berputar di otakku. Air mataku pun terus mengalir. Nenek tambah panik saat melihatku menangis seperti itu. Sedangkan Ibuku masih bingung mencari pertolongan. Saat sedang berlarian kesana kemari, ada sebuah motor vespa lewat dan Ibuku langsung menaikinya tanpa minta izin terlebih dahulu lalu menyuruh pemilik motor itu ke klinik terdekat. Untungnya pemilik motor itu adalah tetanggaku yang sudah mengenal Ibuku. Mereka pun langsung bergegas ke klinik terdekat.
Nenek memanggil tanteku yang tinggal di sebelah rumah untuk menenangkanku. Tanteku berusaha membuatku berhenti menangis. Namun tetap saja aku tidak bisa berhenti menangis. Aku terus menangis bahkan saat menelepon ayahku memberi tahu semua yang terjadi pun aku tetap menangis.
“Ayah, Zakiyah yaaah………” ucapanku terpotong tangisku.
“Zakiyah kenapa, dek ?” tanya Ayahku sedikit panik.
“Zakiyah tadi sesek nafas gak bergerak sama sekali.” jawabku sudah bisa mengendalikan tangis.
“Yaudah kamu tenang dulu berdoa biar Zakiyah gak kenapa napa.” hibur Ayah berusaha terdengar tenang namun tetap terdengar nada suaranya panik.
“Iya yah.” jawabku sambil menahan tangis yang mulai pecah lagi.
Seusai menelepon Ayah, aku menangis lagi. Tanteku bingung namun membiarkannya. Tante malah merapikan pakaian Ibu dan Zakiyah ke dalam tas untuk jaga-jaga apabila Zakiyah harus di rawat. Tas-tas yang sudah disiapkan satu persatu diantar ke klinik oleh tetanggaku yang sudah berkumpul di depan rumahku. Tetanggaku yang memiliki motor langsung mengantarkan tas itu. Motor pertama membawa kerudung, sandal, dan dompet Ibuku. Motor kedua membawa tas-tas itu. Motor ketiga hanya ke sana tanpa membawa apa-apa.
Aku melihat itu semua masih sambil menangis. Air mataku seakan tak habis-habis. Terus mengalir tanpa henti. Lagi-lagi pikiranku melayang ke kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Tangisku pecah semakin deras. Sambil menunggu kabar dari klinik, aku menerima telepon dari teman ayahku. Teman ayahku menyuruhku untuk tenang. Ia bilang semua akan baik-baik saja. Aku pun menurut dan tangisku mulai mereda sedikit-sedikit. Walaupun tangisku reda, aku tetap terdiam. Tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Nenek dan Tanteku pun bertambah bingung. Tetapi mereka tidak lagi mencoba untuk mengajakku berbicara.
Setelah sekian lama aku diam, aku mendengar suara Ibuku memasuki pintu gerbang. Aku langsung loncat dan menghampiri Ibuku. Aku lega karena kondisi Zakiyah sudah lebih baik dari sebelumnya. Aku pun meminta Ibuku bercerita apa yang sebenarnya terjadi pada Zakiyah.
“Bu, ceritain dong sebenernya Zakiyah kenapa...” pintaku.
“Zakiyah tadi sempet gak nafas sebentar jadi mukanya biru. Paru-parunya tadi gak bisa dimasukin oksigen. Tapi tadi pas nyampe kliniknya udah gak gitu. Jadi dokternya juga cuma meriksa biasa doang. Alhamdulillah makasih Ya Allah.” jawab Ibuku.
“Oh gitu bu. Aku kira Zakiyah kenapa. Fiuuuh!” ucapku.
“Iya tuh nah si Rohma tadi ampe nangis gak kelar-kelar. Gue diemin aja abis lama banget dia nangisnya.” sela Nenek.
“Iyaa saya ampe bingung sendiri ngeliatnya. Udah panik takut Zakiyah kenapa-napa eh kakaknya nangis terus aduuuh.” tanteku menimpali.
“Hahaha. Gak papa lah itu tandanya dia sayang sama adeknya.” kata ibuku.
“Ihhh ngeselin nih Nenek sama Tante huhu.” rengekku.
“Hahahahaha!” semua tertawa bersama-sama.
Aku pun sangaaaaaat lega setelah mengetahui adikku tidak kenapa-napa. Aku berlari ke hadapan Ibuku lalu memeluk adikku. Aku sangat menyayanginya walaupun seringkali kami bertengkar tanpa sesuatu yang jelas. Aku mengajak Zakiyah bermain sambil sesekali memeluknya. Aaaaaa Zakiyaah. Aku sayang kamu dek :)
SELESAI